Prabowo Subianto dan Transformasi TNI: Dari Orde Baru hingga Reformasi

Prabowo Subianto, sebagai salah satu tokoh militer paling terkemuka di Indonesia, memiliki perjalanan yang sangat erat kaitannya dengan transformasi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dari era Orde Baru menuju Reformasi. Peranannya sebagai seorang jenderal TNI, terutama dalam jabatannya sebagai Komandan Jenderal Kopassus, menjadikannya sebagai sosok kunci dalam dinamika institusi militer Indonesia. Sebagai seorang prajurit yang berkarier di bawah pemerintahan Soeharto dan kemudian terlibat dalam proses reformasi, perjalanan karier Prabowo menjadi gambaran penting dari evolusi TNI di Indonesia.
Dalam artikel ini, kita akan menelusuri peran Prabowo Subianto dalam transformasi TNI, mulai dari Orde Baru hingga Reformasi, serta tantangan yang dihadapinya dalam memodernisasi TNI, menghadapi dinamika politik, dan mengubah citra TNI di mata masyarakat Indonesia.

1. TNI di Era Orde Baru: Kekuasaan yang Terpadu dengan Politik

Pada masa Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, TNI tidak hanya berfungsi sebagai alat pertahanan negara, tetapi juga sebagai kekuatan politik yang sangat dominan. Soeharto, seorang mantan jenderal, membentuk sebuah sistem di mana militer memiliki pengaruh yang sangat besar dalam struktur pemerintahan, ekonomi, dan bahkan dalam kehidupan sosial-politik. Sistem ini dikenal dengan sebutan Dual Function (Dwifungsi ABRI), yang memberi TNI peran ganda: sebagai penjaga kedaulatan negara dan sebagai bagian dari kekuatan politik negara.
Prabowo Subianto, yang bergabung dengan TNI pada tahun 1974, menghabiskan sebagian besar karier militernya di bawah sistem ini. Pada periode ini, Prabowo mengikuti pola kepemimpinan militer yang sangat disiplin dan otoriter. Ia naik cepat dalam struktur militer, berkat kemampuannya di lapangan dan kedekatannya dengan Soeharto. Salah satu tonggak penting dalam kariernya adalah ketika ia menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus pada tahun 1995. Di bawah komandonya, Kopassus dikenal sebagai unit yang sangat terlatih dan mampu melakukan berbagai operasi khusus, meskipun juga terlibat dalam sejumlah kontroversi yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Pada masa ini, hubungan erat antara TNI dan pemerintah menjadikan Prabowo sebagai bagian dari sistem Orde Baru yang sangat terstruktur dan terpusat. Kekuatan militer saat itu sangat berpengaruh dalam menjaga stabilitas politik, namun di sisi lain, ini juga menyebabkan ketegangan sosial dan politik yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia.

2. Krisis dan Perubahan: Kejatuhan Orde Baru dan Pemecatan Prabowo

Namun, situasi mulai berubah pada akhir 1990-an. Krisis moneter 1997-1998 yang melanda Indonesia memicu ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Soeharto. Ketika demonstrasi besar-besaran mengguncang Indonesia dan rakyat menuntut reformasi, TNI yang dulunya menjadi pilar kekuasaan Orde Baru mulai terbelah. Pada saat itu, Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus terlibat dalam sejumlah operasi militer yang kontroversial, termasuk penculikan aktivis pro-demokrasi yang disebut-sebut dilakukan untuk menekan gerakan reformasi.
Di tengah ketegangan yang semakin memuncak, Soeharto mengundurkan diri pada Mei 1998, mengakhiri masa Orde Baru. Sebagai akibat dari keterlibatannya dalam beberapa peristiwa yang dianggap melanggar hak asasi manusia, Prabowo dipecat dari TNI oleh Presiden BJ Habibie pada tahun yang sama. Pemecatan Prabowo menjadi simbol dari berakhirnya era dominasi militer dalam politik Indonesia, dan menjadi titik balik dalam proses reformasi TNI dan negara.

3. Transformasi TNI Pasca-Orde Baru: Menjawab Tantangan Reformasi

Setelah kejatuhan Soeharto, Indonesia memasuki periode reformasi yang membawa dampak besar bagi struktur politik dan militer negara. Salah satu agenda utama reformasi adalah pembatasan peran militer dalam pemerintahan dan penguatan prinsip civilian control (pengawasan sipil) terhadap TNI. Reformasi TNI menjadi salah satu isu krusial yang harus dihadapi, guna mengembalikan peran militer sebagai alat pertahanan negara dan menjauhkannya dari politik praktis.
Prabowo, meskipun telah dipecat dari TNI, tetap menjadi figur yang berpengaruh dalam dunia politik Indonesia. Meskipun ia tidak lagi menjabat sebagai pejabat militer, prinsip-prinsip militeristik yang dibawanya tetap mencerminkan pandangannya tentang pentingnya kekuatan dan disiplin dalam kehidupan bernegara. Ketika ia terjun ke dunia politik, ia membawa pengaruh pemikirannya yang banyak terpengaruh oleh pengalaman militernya, termasuk di bidang pertahanan dan keamanan negara.
Pada masa reformasi, TNI harus beradaptasi dengan perubahan besar yang mencakup pengurangan peran politik militer, desentralisasi kekuasaan, dan reformasi internal. Salah satu langkah penting dalam transformasi TNI adalah melalui Amandemen UUD 1945 yang mengatur ulang posisi TNI dalam sistem pemerintahan Indonesia. Perubahan ini mengarah pada penarikan TNI dari politik dan fokus pada tugas utamanya sebagai penjaga kedaulatan dan keamanan negara.

4. Prabowo dan Pandangannya tentang Reformasi TNI

Setelah meninggalkan TNI, Prabowo Subianto mulai menyoroti pentingnya peningkatan profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menyatakan bahwa TNI harus tetap menjadi kekuatan yang kuat, namun tidak boleh terlibat dalam urusan politik praktis. Dalam pandangannya, TNI harus fokus pada pertahanan negara dan memperkuat kapasitasnya dalam menghadapi ancaman eksternal maupun internal.
Sebagai pemimpin Partai Gerindra, Prabowo sering mengingatkan pentingnya kemandirian dan profesionalisme TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Ia juga menekankan perlunya modernisasi peralatan militer, peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan prajurit, serta penguatan kerjasama internasional untuk menjaga keamanan negara. Di bawah kepemimpinannya, Gerindra mendukung anggaran pertahanan yang lebih besar dan pembenahan struktur militer agar lebih efisien dan efektif.
Prabowo juga sering berbicara tentang pentingnya kesejahteraan prajurit, yang menurutnya harus dihargai sebanding dengan pengabdian mereka. Ia berpendapat bahwa prajurit TNI harus mendapatkan fasilitas yang memadai, baik dalam hal pelatihan, peralatan, maupun gaji, agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan optimal.

5. Prabowo dan Posisi TNI dalam Pemerintahan Jokowi

Pada 2019, setelah pemilu yang sengit, Prabowo Subianto mengejutkan banyak pihak dengan bergabung dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo sebagai Menteri Pertahanan. Langkah ini menjadi simbol dari rekonsiliasi politik dan menandakan adanya perubahan dalam cara pandang terhadap peran TNI di Indonesia. Meskipun TNI sudah tidak terlibat dalam politik praktis, peran Kementerian Pertahanan yang dipegang oleh Prabowo tetap penting dalam konteks kebijakan pertahanan negara.
Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo berfokus pada penguatan kemampuan pertahanan negara, termasuk melalui modernisasi alutsista (alat utama sistem senjata), memperkuat kerja sama internasional, serta meningkatkan peran TNI dalam menghadapi ancaman non-militer, seperti terorisme dan bencana alam. Dalam era globalisasi dan ancaman yang semakin kompleks, ia percaya bahwa Indonesia harus memiliki TNI yang kuat, profesional, dan modern untuk melindungi kedaulatan negara.

6. Kesimpulan: Perjalanan TNI dari Orde Baru ke Reformasi

Perjalanan Prabowo Subianto dan transformasi TNI merupakan bagian tak terpisahkan dari perubahan besar yang terjadi di Indonesia, dari era Orde Baru yang dominan oleh militer, menuju era Reformasi yang menuntut penataan kembali peran TNI dalam kehidupan politik dan pemerintahan. Sebagai seorang tokoh yang banyak berkontribusi pada institusi militer, Prabowo tidak hanya dikenang sebagai sosok yang memperkuat TNI dalam aspek disiplin dan kemampuan tempur, tetapi juga sebagai simbol dari perubahan dan tantangan yang dihadapi militer Indonesia dalam proses reformasi.
Reformasi TNI adalah perjalanan panjang yang menuntut penguatan profesionalisme, peningkatan akuntabilitas, dan pemisahan antara militer dan politik. Meski Prabowo terlibat dalam masa transisi tersebut, ia tetap memiliki pandangan yang kuat tentang peran TNI dalam menjaga kedaulatan Indonesia, sekaligus menjaga jarak dengan politik praktis agar militer tetap fokus pada tugas utamanya.